Sabtu, 31 Agustus 2013

KESANTUNAN BERDEBAT

BERDEBAT  YANG SANTUN
PENOLAKAN-PENYANGGAHAN PENDAPAT


Penolakan atau penyanggahan pendapat orang lain merupakan reaksi bentuk hasil rumusan jalan pikiran kita terhadap pendapat orang lain, terutama dari aspek kelemahan pendapat tersebut, yang kemudian diikuti alternatif jalan keluarnya. Di sini terlihat bahwa, tak cukup bagi kita jika hanya sebatas menilai aspek kelemahan pendapatnya. Tanggung jawab moral berikutnya adalah menyodorkan alternatif solusi, dari yang terbaik sampai yang paling kurang baik. Di sisi lain kita harus berani mengemukakan kelemahan pendapat lawan bicara, tidak usah melihat siapa yang bicara, melainkan apa yang dibicarakan.

Mempelajari cara menolak pendapat lawan bicara sebenarnya juga bermanfaat untuk mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. Secara ilmiah setiap orang harus berlaku jujur, baik terhadap orang lain maupun diri sendiri. Semakin objektif dan jujur seseorang semakin berani mengoreksi pendapat diri sendiri. Hal ini akan semakin membuat diri kita bersifat terbuka terhadap saran, kritik, dan usul dari pihak lain, bahkan justru berterima kasih atas hal tersebut. Di sisi lain, dalam memberikan kritik kita juga harus menilai diri sendiri apakah penalaran kita dapat diterima orang lain. Jika kritik tersebut didasarkan pada fakta-fakta yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan serta logis, kita harus menerimanya secara satria.

Prinsip penolakan:
  1. Penolakan hendaknya diarahkan kepada beberapa pokok yang penting saja, bukan pada seluruhnya. Kejujuran intelektual mencegah kita untuk memilih yang tidak penting serta mengadakan generalisasi bahwa seluruh argumennya salah.
  2. Argumentasi yang digunakan tidak terikat pada satu formulasi, tetapi ingin merebut dan menguasai situasi terlebih dahulu, kemudian memanfaatkannya sebaik mungkin.
  3. Penolakan hendaknya menggunakan kutipan-kutipan secara tepat rumusan argumentasi atau pokok persoalan yang akan ditolak.
  4. Metode penolakan dapat dipergunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap argumentasi diri sendiri.
  5. Penerimaan yang dangkal terhadap gagasan tertentu sebagai kebenaran mutlak merupakan pertanda ketidakkritisan penalaran kita dan kurang terdidik.
  6. Setiap tindakan, perubahan atau halangan akan mendapat pertimbangan yang harmonis bila selalu diikuti dengan kritik-kritik yang sehat.
  7. Keberanian menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran, logika semu, sensasi, walau gagasan itu mendapat pasaran, perlu dilatih sebagai cerminan kaum terdidik.
Metode-metode penolakan

1. Menyerang otoritas

Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah pendapat otoritas itu didukung dan diperkuat oleh kesaksian ahli atau eksperimen-eksperimen tertentu. Pendapat yang tidak didukung oleh evidensi-evidensi walau tidak salah sudah lemah kedudukannya. Kita tidak boleh silau dengan kemashuran suatu otoritas. Kemashuran otoritas hanya berarti bahwa otoritas tersebut pernah tepat dan benar secara lokal dan temporal, mempunyai keterikatan ruang dan waktu.

Suatu pendapat yang tidak didukung oleh evidensi hanya diogolongkan ke dalam hipotesis. Sebuah hipotesis tidak dapat disangkal kebenarannya demi pengembangan ilmu, tetapi belum menjadi suatu kesimpulan yang benar bila tidak didukung oleh evidensi yang kuat. Di sisi lain otoritas pendapat mempunyai keterikatan tertentu,baik berupa organisasi, poitik, ideologi, profesi, keyakinan (agama), ormas, dan lain-lain yang menyebabkan subjektivitas pendapat.Oleh karena itu, kita harus cermat apakah pendapat tersebut tidak mengandung prasangka, tidak tersembunyi di balik keahliannya untuk maksud tertentu? Kita juga dapat menolaknya dengan menggunakan kutipan otoritas-otoritas lain yang diperkuat dengan eksperimen, observasi, atau penelitian. Kita dapat juga mengumpulkan fakta-fakta atau evidensi untuk menyerang otoritas tadi.

2. Pratibukti (counterargument)

Cara ini merupakan jalan yang efektif untuk menolak suatu pendapat karena ia mengemukakan evidensi-evidensi tambahan atau jalan pikiran yang lebih baik untuk membuktikan kesalahan pendapat lawan bicara. Hal itu membuktikan bahwa jalan pikiran kita lebih baik daripada lawan bicara.

Pratibukti tidak melibatkan pribadi-pribadi dan tidak ada serangan langsung terhadap suatu pendapat. Secara sederhana kita kemukakan, “Inilah fakta dan logika yang memperkuat pendapat saya. Berdasarkan evidensi dan jalan pikirtan ini, agaknya hanya ada satu kemungkinan kesimpulan yang masuk akal.”

3. Salah nalar

Hal yang paling esensial dalam proses penolakan adalah menunjukkan kesalahan dalam proses penaralaran lawan bicara. Apakah jalan pikiran tersebut benar atau tidak, kemudian dapat ditentukan sikap terhadap persoalan yang dibicarakan. Salah nalar ini sering terjadi dalam jalan pikiran manusia di kehidupan sehari-harinya, tanpa disadari secara pasti dan justru menabiat karena kebiasaan. Kesalahan penalaran tersebut dapat berupa generalisasi sepintas lalu, analogi yang pincang, semua alih-alih beberapa, kesalahan dalam hubungan kausal, kesalahan karena tidak mengerti persoalan.

3.1 Generalisasi sepintas lalu

Prinsip ini berasal dari keinginan yang kuat untuk menyederhanakan suatu persoalan yang kompleks. Di sisi lain hal ini juga berasal dari kelambanan bertindak atau kemalasan berusaha untuk meneliti fakta-fakta disertai dengan sikap ketidakmauan mendalami bagian topik yang rumit.

Pola berpikir ini sering disebut pemikiran tabloid cenderung menyederhanakan topik yang kompleks kepada pembaca. Argumentasi semacam ini dapat ditolak dengan memperlihatkan bahwa peristiwa-peristiwa khusus belum cukup banyak diselidiki untuk menetapkan kebenaran konklusi. Perlu dicari lagi fakta-fakta yang cukup banyak jumlahnya untuk meperkuat konklusi itu. Generalisasi sepintas lalu yang didasari atas kebangsaan atau watak etnis perlu disikapi dengan hati-hati bila diterima.

3.2 Analogi yang pincang

Analogi induktif pada umumnya dapat diterima secara logis, tetapi ada juga corak penalaran indukltif secara analogis yang pincang atau terlalu dipaksakan padahal tidak ada kemiripan antara dua hal yang diperbandingkan tersebut atau analogi penjelas diberikan kepada kita untuk menutup lubang perbedaan sehingga terbentuk penalaran analogis yang logis.

3.3 Semua alih-alih beberapa
Pola pikir ini menggunakan silogisme yang mengandung term tengah, tetapi fakta-fakta tidak memberikan jaminan kebenaran. Kualitas universal afirmatif yang dinyatakan dengan kata semua dan sejenisnya tidak selalu mutlak memberikan jaminan kebenaran.

3.4 Kesalahan hubungan kausal
Seringkali orang terjebak dalam kerangka berpikir bahwa peristiwa yang terjadi sebelumnya merupakan penyebab terjadinya peristiwa berikutnya, padahal hal itu belum tentu benar secara kausalitas. Jalan penalaran semacam ini disebut juga pos hoc, ergo propter hoc (sesudah ini, sebab itu, karena itu). Kesalahan ini mirip dengan nonsequitur (tidak bisa diikuti). Ini terjadi karena kesimpulan yang diturunkan tidak berdasarkan premis-premis yang ada. Contoh: Ia tidak bisa mengurus rumah tangga kantor karena mengurus rumah tangga sendiri saja tidak bisa.

3.5 Kesalahan karena tidak mengerti persoalan

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang berbicara banyak bukan pada inti yang harus dibicarakan, melainkan berbicara pada pokok yang lain yang sebenarnya tidak perlu dibicarakan saat itu. Hal ini semata karena yang bersangkutan tidak mengetahui persoalan yang dibicarakan secara memadai.

3.6 Argumentum et hominem

Pola ini merupakan pembuktian yang ditujukan kepada manusianya dengan jalan berusaha mengelak memberikan bukti-bukti dari suatu masalah yang dihadapi dengan mengompensasikan menolak karena manusianya.

4. Dorongan emosi

Manusia sering mencampuradukkan antara rasio dan emosi yang justru menjerat manusia dalam arus emosi, apalagi diwarnai dengan keengganan berpikir secara kritis.Oleh sebab itu, manusia perlu menyadari diri dari pengaruh para demagog, tokoh politik, pemasang iklan, dfan lain-lain. Kelemahan psikologis manusia seperti itu sering dimanfaatkan dengan tujuan tertentu. Memang, tidak selalu setiap sentuhan emosional bernada jahat. Cara menolaknya berpegang pasda prinsip: semakin kuat aspek emosional yang mengriringi suatu pernyataan, semakin lemah kebenaran persoalannya.

Cara-cara berikut dominan faktor emosinya sehinga objektivitasnya merosot.

4.1 Berbicarta berdasarkan prestise

Cara ini sering digunakan dalam mempropagandakan sesuatu dengan jalan memanfaatkan prestise seseoramng sehingga audiens menerima apa yang dipropagandakan. Model ini biasa dipakai dalam dunia politik dan periklanan.

4.2 Menggunakan istilah yang berprasangka

Istilah tertentu sering digunakan untuk menghantam lawan bicara. Konsep yang dikenal umum atau sudah menjadi opini publik sering dimanfaatkan untuk menjatuhkan kharisma seseorang, misalnya provokator, reaksioner, komunis, kapitalis, dan lain-lain. Di sisi lain, sering digunakan istilah tertentu yang berkonotasi baik, misalnya keamanan nasional, semangat berkorban, aksi sosial, rule of low, pancasilai, reformis.

4.3 Argumentum ad populum

Pola ini menggunakan populasi (masyarakat) sebagai dalih untuk membenarkan pendapatnya. Rakyat sering digunakan sebagai alat untuk membentengi pidato politik atau keperluan pribadi/kelompok dalam politik. Seseorang bisa menggunakan cara ini demi kepentingan kelompoknya atau pribadi, sedangkan rakyat atau populasinya hanya digunakan sebagai korban/benteng, bukan fakta.

5. Metode-metode khusus

Metode-metode ini bersifat khusus karena memang digunakan dalam situasi khusus, yaitu dilema, metode residu, dan reductio ad absurdum.

5.1 Dilema

Metode ini sebenarnya termasuk daslam silogisme hipotetis yang bersifat majemuk, dan dari segi bentuk bersifat separuh disjungtif. Hal ini terjadi karena premis mayor dibentuk dari dua proposisi hipotetis, sedangkan premis minor
dan konklusinya merupakan proposisi disjungtif.

Jika melakukan hal itu kamu akan dihukum seumur hidup, tetapi jika tidak melakukannya kamu akan sengsara seumur hidup.

Dilema harus mengandung akibaty yang sama berat. Sering terjadi bahwa dilema yang diajukan tidak sama kuat. Sebab itiu sebagai metode penolakan, kita harus meneliti secermat-certmatnya apakah betul terdapat dua alternatif yang mempnyai pertalian yang sama kuat terhadap pokok-persoalan.

Bila tidak kritis dan hati-hati dilema dapat menjadi generalisasi sepintas lalu yang berlebihan. Dilema muncul dari anggapan seoolah-olah hanya ada dua kemungkiinan, tidak lebih-tidak kurang. Untuk menolak pendapat melalui dilema yang semua, cukup saja diajukan argumentasi bahwa satu alternatif dapat disisihkan, atau masioh ada alternatif lain yang lebih baik.

5.2 Metode residu

Metode residu merupakan usaha untuk menolak pendapat dengan mencatat semua alternatif yang berhubungan, kemudian mencoba mengeluarkan alternatif-alternatif lain yang mungkin saja tidak masuk akal atau tidak mungkin. Dengan demikian metode ini lebih efektif bila semua alternatif yang berhubungan dengan persoalan dapat dicatat semuanya. Jika satu alternatif saja diabaikan, metode ini akan menemukan kegagalan. . Oleh karena itu, metode ini memerlukan penelitian yuang cermat.

5.3 Reductio ad absurdum

Metode ini bersifat memperluas suatu fase dari argumentasi yang dikemukakan lawan hingga mencapai titik kabur (absurdum) atau sama sekali tidak masuk akal. Metode ini digunakan secara tepat dengan memperlihatkan ejekan terhadap gagasan. Ini memerlukan fakta-fakta yang tepat dan kuat bila tidak menginginkan kena bumerang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar