A. Bahasa yang Baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai
dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan
akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat
oleh patokan. Dalam situasi resmi dan formal, seperti dalam kuliah, dalam
seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan
bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa
B. Bahasa yang Benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai
dengan aturan atau kaidah bahas Indoneia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia
itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat,
kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan
digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati dengan konsisten,
pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah
bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar/tidak
baku.
Oleh karena itu,
kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata,
pemilihan kata, penyusunan kalimat, pembentukan paragraf, penataan penalran,
serta penerapan ejaan yang disempurnakan. Kaidah-kaidah itu diungkapkan lebih
lanjut pada bagian lain, dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang
benar.
C. Bahasa yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang
digunakan sesusai dengan norma kemasyarakatan yan berlaku dan sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Jika bahasa
diibaratkan pakaian, kita
akan menggunakan pakaian renang pada saat akan berenang di kolam renang sambil
membimbing anak-anak belajar berenang. Akan tetapi, tentu kita akan mengenakan
pakaian yang disetrika rapi, sepatu yang mengkilat, dan seorang laki-laki
mungkin akan menambahkan dasi yang bagus pada saat ia menghadiri suatu
pertemuan resmi, pada saat menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat, atau pada
saat menghadiri sidang DPR.
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan
situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif menyampaikan
maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun
harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut
sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
1. Ragam beku (frozen); digunakan
pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada
kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
2. Ragam resmi (formal); digunakan
dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
3. Ragam konsultatif (consultative);
digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran
informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
4. Ragam santai (casual); digunakan
dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu
saling kenal dengan akrab.
5. Ragam akrab (intimate). digunakan
di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku
lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan kaidah tata
bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara
itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2. Penggunaan kata-kata baku.
Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan
bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak
gampang.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis.
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang
disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4.
Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum
ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal
baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa
daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta
/kalaw/ dan bukan /kalo/.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar
pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa
baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis
harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.\
Dari semua ciri
bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4 (lafal
baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif, ejaan
resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari
ragam akrab hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada
ragam konsultatif, santai, dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi
tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.
Jika saya
perhatikan, semakin tidak benar bahasa saya sewaktu menulis
atau berbicara, berarti semakin akrab hubungan saya dengan lawan bicara
saya.Maaf, Mas Amal, saya belum bisa memenuhi imbauan untuk menggunakan
bahasa yang benar di seluruh kicauan saya.Tapi saya usahakan untuk
menggunakan bahasa yang baik.
Ø Contoh
menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar
“Berbahasa Indonesia dengan baik dan
benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan
di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia
yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi
persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan bahasa yang baku.
Berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan
pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu
pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas
utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala
yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh
adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode
dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi.
Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Misalkan dalam pertanyaan
sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku Contoh :
·
Apakah kamu ingin menyapu rumah bagian belakang ?
·
Apa yang kamu lakukan tadi?
·
Misalkan ketika dalam dialog antara seorang Guru dengan seorang siswa
·
Pak guru : Rino apakah kamu sudah mengerjakan PR?
·
Rino : sudah saya kerjakan pak.
·
Pak guru : baiklah kalau begitu, segera dikumpulkan.
·
Rino : Terima kasih Pak
Kata yang
digunakan sesuai lingkungan sosial
Contoh
lain dari pada Undang-undang dasar antara lain :
“Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan.”
Dari beberapa kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukkan
bahasa yang sangat baku, dan merupakan pemakaian bahasa secara baik dan
benar.
Contoh lain dalam
tawar-menawar di pasar
Misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan,
atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar -menawar dengan tukang
sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini.
· Berapakah Ibu
mau menjual tauge ini?
· Bang Becak
bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar,
tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian
kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut
akan lebih tepat.
· Berapa nih, Bu,
tauge nya?
· Ke Pasar Tanah
Abang, Bang. Berapa?
Paragraph
dibawah ini cuplikan gaya bahasa yang dipakai sesuai dengan EYD dan menggunakan
bahasa baku atau bahasa ilmiah bukan kata popular dan bersifa objektif, dengan
penyusunan kalimat yang cermat.
”Dalam
paradigma profesionalisme sekarang ini, ada tidaknya nilai informative dalam
jaring komunikasi ternyata berbanding lurus dengan cakap tidaknya kita menulis.
Pasalnya, selain harus bisa menerima, kita juga harus mampu memberi. Inilah
efek jurnalisme yang kini sudah menyesaki hidup kita. Oleh karena itu, kita pun
dituntut dalam hal tulis-menulis demi penyebaran informasi. Namun persoalannya,
apakah kita peduli terhadap laras tulis bahasa kita. Sementara itu, yakinilah,
tabiat dan tutur kata seseorang menunjukkan asal-usulnya, atau dalam penegasan
lain, bahasa yang kacau mencerminkan kekacauan pola pikir pemakainya. Buku ini
memperkenalkan langkah-langkah pragmatic yang Anda perlukan agar tulisan Anda
bisa tampil wajar, segar, dan enak dibaca.”
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar