Pada suatu kesempatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), seorang guru berkomentar tentang hasil ujian nasional (Unas) di sekolahnya yang dinilainya tidak memuaskan. Ia tidak merasa puas karena sebagian besar siswanya memperoleh nilai yang tidak memuaskan dan jauh dari yang diprediksinya. Ketidakpuasan sang guru dipicu oleh adanya data hasil Unas yang membanggakan yang diraih para siswa dari sekolah yang berlokasi jauh dari pusat pemerintahan kabupaten. Ketika ditanyakan alasan anjloknya perolehan nilai Unas itu, sang guru berujar: (1) “Ya… mungkin karena di sekolahku pengawasannya terlalu ketat sehingga siswa tidak bisa mencontek saat Unas berlangsung.” Guru lain menambahkan: (2) “ Terlepas dari ada tidaknya kasus menyontek yang dilakukan peserta, yang penting untuk kita saat adalah mau bercermin pada hasil Unas itu untuk lebih maju”.
Berdasarkan dua ujaran di atas, seorang perseta lain mengajukan pertanyaan kepada kami perihal penggunaan bentuk mencontek dan menyontek pada wacana (1) dan (2) di aas. Persoalannya bukan masalah benar tidaknya aksi mencontek atau menyontek yang dilakukan peserta Unas tetapi terutama berkaitan dengan persoalan bahasa. Berkaitan dengan bentuk yang baku, bentuk standar yang harus digunakan. Apakah bentuk mencontek atau bentuk menyontek.
Untuk menjawab persoalan seperti ini kita harus mencermati dua bentukan itu. Baik mencontek maupun menyontek keduanya sama-sama merupakan bentuk turunan dari dua bentuk dasar yang berbeda. Jika dilihat dari proses morfologisnya kedua kata itu merupakan bentuk turunan dari bentuk dasar yang sama-sama diimbuhi prefiks me- yang mengalami penazalan atau (meN-). Bentuk mencontek secara paradigmatis dapat disejajarkan dengan bentuk mencetak, mencuci, mencuri, mencedok, mencincang, mencerna, mencoba, mencebur. Semua bentuk ini diturunkan (dalam proses morfologis) dari bentuk dasar cetak, cuci, curi, cedok, cincang, cerna, coba cebur. Bentuk menyontek juga secara paradigmatis dapat disejajarkan dengan bentuk menyogok, menyambut, menyusul, menyumbat, menyandang, menyepak. Bentuk-bentuk ini diturunkan (dalam proses morfologis) dari bentuk dasar sogok, sabut, susul, sumbat, sandang, sepak.
Bentuk mencontek (imbuhan me- menjadi men-) dan menyontek (imbuhan me- menjadi meny-) dapat dijelaskan perdasarkan kaidah morfologis penggunaan imbuhan me-. Menurut kaidah morfologis imbuhan me- dapat mengalami variasi bentuk (disebut alomorf) bergantung pada bentuk dasar yang diimbuhi prefis me-. Prefiks me- dapat berubah bentuk (beralomorf) menjadi me-, men-, meng-, meny-, menge- bergantung pada bunyi awal kata atau bentuk dasar yang diimbuhi. Alomorf men- muncul jika prefiks me- dilekatkan pada kata atau bentuk dasar yang diawali dengan bunyi /d/, /c/, /t/ dan alomorf meny- muncul jika me dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali bynyi /s/.
Berdasarkan kaidah morfologis prefiks me- ini kita dapat memastikan bahwa bentuk mencontek dan menyontek merupakan bentuk turunan dari bentuk dasar contek dan sontek. Persoalan, bentuk turunan mana yang benar apakah mencontek atau menyontek dapat dijawab secara pasti dengan merunut kedua bentuk itu. Apakah dua bentuk dasar itu merupakan dua kata yang dapat ditemukan dalam daftar kata atau lebih tepat dalam kamus bahasa Indonesia? Jika keduanya merupakan bentuk dasar yang baku dan ditemukan dalam kamus maka dua bentuk itu dianggap benar dan diterima sebagai bentuk baku.
Tinggal sekarang kita membuka kamus. Apakah ada bentuk dasar contek dan bentuk dasar sontek? Ternyata kamus memuat kata contek tetapi disertai tanda tanya dan tanpa penjelasan bahkan penjelasannya harus merujuk pada bentuk sontek yang disertai penjelasannya. Dengan demikian bentuk contek meskipun tercantum dalam kamus merupakan bentuk bahasa populer sedangkan bentuk yang baku adalah bentuk sontek. Dapat disimpulkan bahwa bentuk dasar yang baku adalah sotek dan turunannya yang baku adalah menyontek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar